Minggu, 09 Maret 2014

Suspensi dan emulsi

SUSPENSI DAN EMULSI

BAB I
PENDAHULUAN
  1. A.   Latar Belakang
Partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Partikel yang tidak larut tersebut dimaksudkan secar fisiologi dapat diabsorbsi yang digunakan sebagai obat dalam atau untuk pemakaian luar dengan tujuan penyalutan. Sasaran utama di dalam merancang sediaan berbentuk suspensi adalah untuk memperlambat kecepatan sedimentasi dan mengupayakan agar partikel yang telah tersedimentasi dapat disuspansi dengan baik, jadi tidak untuk mencegah terjadinya pemisahan fasa. Suspensi merupakan sistem disperse yang tidak stabil, sehingga bila tidak diaduk secara terus menerus akan mengendap akibat gaya gravitasi bumi. Cepat lambatnya suspensi mengendap tergantung besar kecilnya ukuran partikel zat terdispersi. Semakin besar partikel tersuspensi semakin cepat proses pengendapan terjadi. Pemisahan suspensi dilakukan dengan proses penyaringan (filtrasi).
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
a)            fase dispers/fase internal/fase diskontinue yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
b)           Fase kontinue/fase eksternal/fase luar yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
c)            Emulgator adalah bagian berupa zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupan eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
  1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air)
  2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak)
Emulsi merupakan campuran antara minyak dengan air,  pada umumnya minyak dan air tidak dapat saling menyatu sehingga diperlukan emulgator yang dapat menyatukan keduanya. Pada umumnya, masyarakat awam setiap kali mendapat sediaan larutan yang dipergunakan secara oral selalu dibilang sirup, padahal bisa jadi salah satu yang mereka bilang sebagai sirup itu adalah suspensi, atau emulsi, elixir.
B.   Tujuan 
  1. Mempelajari tentang suspensi dan emulsi.
  2. Memberikan pemahaman mengenai suspensi dan emulsi.
BAB II
SUSPENSI
  1. A.   Definisi Suspensi

Suspensi menurut FI edisi IV adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
Suspensi menurut Howard C. Ansel adalah preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi sacara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebabkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum.
Ssuspenai oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel obat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral.
Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditunjukkan untuk penggunaan kulit.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel halus yang ditunjukkan untuk diteteskan telinga bagian luar.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengndung partikel-partikel halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan disuntikan secara intravena atau ke dalam larutan spinal.
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

  1. B.     Syarat-syarat Suspensi
Beberapa persyaratan suspensi yang terdapat dalam farmakope Indonesia edisi II adalah :
Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali, kekentalan suspensi tidak boleh tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
Suspensi obat suntik : harus mudah disuntikan dan yidak boleh menyumbat jarum suntik.
Suspensi obat mata  : harus steril, zat yang terdispersi harus sangat halus, jika disimpan dalam wadah dosis ganda, harus mengandung pengawet.
  1. C.    Stabilitas Suspensi
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
  1. Ukuran partikel
Ukuran partikel erta hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan kertas merupakan hubungan linear. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalan volemu yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan ke atas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerak tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
  1. Kekentalan (viskositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan aliran makin turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian dengan menambah viskositas cairan, gerakan partikel yang kandungannya akan diperlambat, tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
  1. Jumlah partikel (konsentrasi)
Apabila di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut.
Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
  1. Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengaruhi.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mil dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut ke dalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
  1. Bahan pensuspensi dari alam
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adlah jenis gom/hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk muncilago atau lendir. Dengan terbentuknya muncilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan muncilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH, dan proses fermentasi bakteri.
  1. Termasuk golongan gom :
Contohnya : acasia (pulvis gummi arabici), chondrus, tragacanth, algin.
  1. Golongan bukan gom :
Contohnya : bentonit, hectorit, dan veegum.
  1. Bahan pensuspensi sintesis
    1. Derivat selulosa
    2. Golongan organik polimer
  1. D.    Cara Mengerjakan Obat dalam Suspensi
  1. Metode pembuatan suspensi
Suspensi dapat dibuat dengan cara :
  1. Metode dispersi
Serbuk terbagi halus didispersikan di dalam cairan pembawa. Umumnya sebagai cairan pembawa adalah air. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersi serbuk dalam cairan pembawa, hal tersebut dikarenakan adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah kemasukan udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya erbuk dibasahi tergantung besarnya udara sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Bila sudut kontak 900 serbuk akan mengembang di atas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untu menurunkan tegangan antar muka antara partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.
  1. Metode precipitasi           
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air. Akan terjadi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah etanol, propilenglikol, dan polietilenglikol.
  1. Sistem pembentukan suspensi
    1. Sistem flokulasi
    2. Sistem deflokulasi
Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah :
1)      Deflokulasi
a)      Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
b)      Sedimentasi yang partikel mengendap terpisah dan ukuran partikel adalah minimal.
c)      Sediaan terbentuk lambat.
d)     Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi.
2)      Flokusi
a)      Partikel merupakan agregat yang basa.
b)      Sedimentasi terjadi begitu cepat.
c)      Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula.
  1. E.     Formulasi Suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
  1. Pada penggunaan “Structured Vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi Structured Vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
  2. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali.
Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :
a. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.
b. Lalu ditambahkan zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan atau polimer.
  1. diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
d. apabila dikehendaki agar flok yang tidak cepat mengendap, maka ditambah structured vehicle.
e. produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam structured vehicle.
  1. F.     Bahan Pengawet
Sebagai bahan pengawet dapat digunakan butil P. Benzoat (1:1250), etil P. Benzoat (1:1500), propil P. Benzoat (1:4000), nipasol, nipagin  1%.
Disamping itu banyak pula digunakan garam komplek mercuri untuk pengawet, karena memerlukan jumlah yang kecil, tidak toksik dan tidak iritasi. Misalnya fenil mercuri nitrat, fenil mercuri chlorida, fenil mercuri asetat.


  1. G.    Pengemasan dan Penandaan Sediaan
Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara diatas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang.
Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindungi dari pembekuan, panas yang berlebihan dan cahaya. Suspensi perlu dikocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam. Pada etiket harus juga tertera “kocok dahulu”.
  1. H.    Tujuan Suspensi
  1. Zat berkhasiat tidak larut dalam air.
  2. Zat berkhasiat tidak enak atau pahit.
  3. Mengurangi proses penguraian zat aktif dalam air.
  4. Kontak zat padat dengan medium dispersi dipersingkat.
  5. Memperpanjang pelepasan obat menggunakan pembawa minyak.
BAB III
EMULSI
  1. A.   Definisi Emulsi
Emulsi menurut FI edisi IV adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat dipertahankan dengan penambahan zat yang ketiga yang disebut dengan emulgator (emulsifying agent).
Emulsi menurut Howard C. Ansel adalah suatau dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak tercampur.
Emulsi menurut Fornas adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi.

  1. B.   Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :
  1. Komponen dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi. Terdiri atas:
  1. Fase dispersi/fase internal/fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
  1. Fase kontinue/fase external/fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
  1. Emulgator
Yaitu bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
  1. Komponen tambahan
Merupakan bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, corigen odoris, corigen colouris, preservative (pengawet) dan antioksidan.
Preservative yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol dan klorbutanol, benzoalkonium klorida, fenil merkuri asetat dan lain-lain.
      Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat, , asam sitrat propil gallat, asam gallat.

  1. C.   Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
  1. Emulsi tipe M/A ( minyak dalam air )
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase external.
  1. Emulsi tipe A/M (air dalam minyak )
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase external.

  1. D.   Tujuan Pemakaian Emulsi
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat  yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah :
  1. Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsi tipe M/A.
  2. Dipergunakan sebagai obat luar
Bisa tipe M/A maupun A/M tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki.
  1. E.   Bahan Pengemulsi ( Emulgator )
  1. Emulgator alam
Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit, dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
  1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
Pada umumnya termasuk karbohidrat dan merupakan emulgator tipe M/A , sangat peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, juga dapat dirusak bakteri. Oleh karena itu pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu ditambah bahan pengawet.
1)      Gom arab
Sangat baik untuk emulgator M/A dan untuk obat minum. Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor, yaitu :
a)      Kerja gom sebagai koloid pelindung (teori plastis film).
b)      Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup kecil sedangkan massa mudah dituang (tiksotropi).
Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab menggunakan gom arab sebanyak ½ dari jumlah minyaknya.
Untuk membuat corpus emulsi diperlukan air 1,5 kali berat gom, diaduk keras dan cepat sampai putih, lalu diencerkan dengan air sisanya. Selain itu dapat disebutkan :
(1)   Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat.
Cara pembuatan :
Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat corpus emulsi dengan air panas 1,5 kali berat gom. Didinginkan dan encerkan emulsi dengan air dingin. Contoh : cera, oleum cacao, parafin solid.
(2)   Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
(3)   Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak, kecuali oleum ricini karena memilki gugus OH yang bersifat hidrofil sehingga untuk membuat emulsi cukup dibutuhkan 1/3 nya saja. Contoh : oleum amygdalarum.
(4)   Minyak lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam minyak lemak
Kedua minyak dicampur dahulu, zat padat dilarutkan dalam minyaknya tambahkan gom.
(5)   Bahan obat cair Bj tinggi, contohnya chloroform, bromofrom : ditambahkan minyak lemak 10 kali beratnya, maka BJ campuran mendekati satu gom sebanyak ¾ kali bahan obat cair.
(6)   Balsam-balsam : gam sama banyak dengan balsam.
(7)   Oleum lecoris aseli : menurut fornas dipakai gom 30% dari berat minyak.
2)      Tragacanth
Dispersi tragacanth dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik hanya diperlukan tragacanth sebanyak 1/10 kali gom arab. Emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5-6.
Tragacanth dibuat corpus emulsi dengan menambahkan sekaligus air 20 kali berat tragacanth. Tragacanth hanya berfungsi sebagai pengental, tidak dapat membentuk koloid pelindung.
3)      Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari emulsi dengan gom arab. Sebelum dipakai agar-agar tersebut dilarutkan dengan air mendidih, kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 450C (bila suhunya didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 450C larutan agar-agar akan terbentuk gel). Biasanya digunakan 1-2 %.
4)      Chondrus
Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat menutupi rasa dari minyak ikan tersebut. Cara mempersiapkannya dilakukan seperti pada agar-agar.
5)      Emulgator lain
Pektin, metil selulosa (karbosimetil selulosa) 1-2 %.
  1. Emulgator alam dari hewan
1)      Kuning telur mengandung lecitin ( golongan protein / asam amino ) dan kolesterol yang kesemuanya dapat berfungsi sebagai emulgator. Lecitin merupakan emulgator tipe M/A. Tetapi kemampuan lecitin lebih besar dari kolesterol sehingga secara total kuning telur merupakan emulgator tipe M/A. Zat ini mampu mengemulsikan minyak lemak empat kali beratnya dan minyak menguap dua kali beratnya.
2)      Adeps lanae
Zat ini banyak mengandung kolesterol, merupakan emulgator tipe M/A dan banyak dipergunakan untuk pemakaian luar. Penambahan emulgator ini akan menambah kemampuan minyak untuk menyerap air. Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 kali beratnya.
Contoh resep emulsi dengan adeps lanae :
                 R/        adepa lanae     100
                             Ol. Olivarum               400 ml
                             Zinc. Oxyd                  100
                             Talc                             100
                             Sol. Pb. Acet               28 ml
                             Aq. Calcis                   ad 1000 ml
  1. Emulgator alam dari tanah mineral
1)      Magnesium Aluminium Silikat / veegum
Merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari garam-garam magnesium dan aluminium. Dengan emulgator ini, emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe M/A sedangkan pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.
2)      Bentonit
Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang dapat mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa seperti gel . untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5 %.
  1. Emulgator buatan
    1. Sabun
Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit. Dapat dipergunakan sebagai emulgator tipe M/A maupun A/M, tergantung dari valensinya. Bila sabun tersebut bervalensi 1, misalnya sabun kalium, merupakan emulgator tipe M/A, sedangkan sabun dengan valensi 2, misal sabun kalsium, merupakan emulgator tipe A/M.
  1. Tween 20 : 40 : 60 : 80
  2. Span 20 : 40 : 80
Emulgator golongan surfaktan dapat dikelopokkan menjadi :
  1. Anionik    : sabun alkali, natrium lauryl sulfat
  2. Kationik   : senyawa ammonium kuartener
  3. Non ionik             : tween dan span
  4. Amfoter    : protein, lesitin
  1. F.    Cara Pembuatan Emulsi
Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi, secara singkat dapat dijelaskan :
  1. Metode gom kering atau metode kontinental
Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab ) dicampur dengan minyak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk pembentukan corpus emulsi, baru diencerkan dengan denagn sisa air yang tersedia.
  1. Metode gom basah atau metode Inggris
Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi umumnya larut) agar membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi, setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.
  1. Metode botol atau metode botol forbes.
Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Minyak dan serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering, kemudian ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil dikocok.

  1. G.    Cara Membedakan Tipe Emulsi
Dikenal beberapa cara membedakan tipe emulsi yaitu :
  1. Dengan pengenceran fase.
Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase externalnya. Dengan prinsip tersebut, emulsi tipe M/A dapat diencerkan dengan air sedangkan emulsi tipe A/M dapat diencerkan dengan minyak.
  1. Dengan pangecatan/pemberian warna
Zat warna akan tersebar rata dalam emulsi apabila zat tersebut larut dalam fase external dari emulsi tersebut. Misalnya (dilihat di bawah mikroskop)
  1. Emulsi + larutan sudan III dapat memberi warna pada emulsi tipe A/M, karena sudan III larut dalam minyak.
  2. Emulsi + larutan metilen blue dapat memberi warna biru pada emulsi tipe M/A karena metilen blue dalam air.
  3. Dengan kertas saring
Bila emulsi diteteskan pada kertas saring, kertas saring menjadi basah maka tipe emulsi M/A, dan bila timbul noda minyak pada kertas berarti emulsi tipe A/M.
  1. Dengan konduktivitas listrik
Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan tahanan 10 K ½ watt, lampu neon ¼ watt, dihubungkan secara seri. Elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi. Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe A/M.
  1. H.  Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
  1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible artinya bila digojok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
  2. Koalesen dan cracking ( breaking ) adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi
Partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversible (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena :
  1. Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan CaO/CaCl2 exicatus.
  2. Peristiwa fisika seperti pemanasan, penyaringan, ppendinginan, dan pengadukan.
  3. Inversi adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi A/M menjadi M/A atau sebaliknya. Sifatnya irreversible.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
          Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali, kekentalan suspaensi tidak boleh terlalu tinggi aga sediaan mudah dikocok dan dituang. Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel.
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur.
Dengan mengetahui sistem emulsi maka kita akan mengetahui sifat – sifat emulsi, stabil atau tidak stabilnya suatu emulsi serta faktor apa yang membuat emulsi tidak stabil sehingga kita akan dapat menentukan zat pengemulsi untuk dapat menstabilkannya.Sebagai contoh detergen yang digunakan untuk mencuci disini detergen berfungsi sebagai emulgator yang dapat menstabilkan emulsi air dan minyak sehingga minyak dapat mudah lepas dari pakaian.Selain itu dalam bidang industri contohnya pembuatan saus salad, saus salad dari asam cuka dan minyak yang awalnya stabil saat pengocokan namun setelah pengocokan dihentikan kedua fase akan terpisah lagi sehingga dibutuhkan kuning telur sebagai emulgator.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Dep. Kes RI, Farmakope Indonesia edisi III, 1979.
  2.  Dep. Kes RI, Farmakope Indonesia edisi IV,
  3.  Dep. Kes RI, Formularium Nasional edisi II, 1978.
  4. Prof. Drs. Moh. Anief Apt, Ilmu Meracik Obat, UGM Press, 1997
  5. Howard C. Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV
    1. Ladytulipe,4 januari 2009, Emulsi
http://ainyyayyna.wordpress.com/2013/06/27/susensi-dan-emulsi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar